Pengolahan pangan pada industry komersial umumnya bertujuan
memperpanjang masa simpan, mengubah atau meningkatkan karakteristik produk
(warna, cita rasa dan tekstur), mempermudah penanganan dan distribusi,
memberikan lebih banyak pilihan dan ragam produk pangan dipasaran, meningkatkan
nilai ekonomis bahan baku, serta memperthankan atau meningkatkan mutu, terutama
mutu gizi, daya cerna dan ketersediaan gizi. Criteria atau komponen mutu yang
penting pada komoditas pangan adalah keamanan, kesehatan flavor, tekstur, warna, umur simpan, kemudahan, kehalalan dan harga
tentunya.
Dalam penentuan umur simpan, yang harus
diperhatikan adalah faktor-faktor masa simpan dari suatu produk pangan. Menurut
Institute of Food Science and Technology
(1974), umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi
hingga konsumsi di mana produk berada dalam kondisi yang memuaskan berdasarkan
karakteristik penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi. Pada skala industry besar atau komersial, umur
simpan ditentukan berdasarkan hasil analisis di laboraturium yang didukung
hasil evaluasi distribusi di lapangan. Berkaitan dengan berkembangnya industry
pangan skala usaha kecil menengah (UKM), dipandang perlu untuk mengembangkan
penentuan umur simpan produk sebagai bentuk jaminan keamanan pangan. Namun,
industri pangan skala usaha kecil menengah seringkali terkendala oleh faktor
biaya, waktu, proses, fasilitas dan kurangnya pengetahuan produsen pangan. Yang
mereka terapkan hanyalah, pada saat produk baru diproduksi, mutu produk
dianggap dalam keadaan 100% dan penurunannya akan terjadi sejalan dengan
lamanya penyimpanan atau distribusi. Selama penyimpanan dan distribusi, produk
pangan akan mengalami kehilangan bobot, nilai pangan, mutu dan nilai uang.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
penurunan mutu produk pangan. Floros dan Gnanasekharan (1993) menyatakan
terdapat enam faktor utama yang mengakibatkan terjadinya penurunan mutu atau
kerusakan pada produk pangan, yaitu massa oksigen, uap air, cahaya,
mikroorganisme, kompresi atau bantingan dan bahan kimia toksik atau off flavor. Faktor-faktor tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan mutu lebih lanjut, seperti oksidasi lipida,
kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, reaksi pencoklatan,
perubahan unsure organoleptik dan kemungkinan terbentuknya racun.
Pada prakteknya, ada beberapa pendekatan
yang dapat digunakan untuk menduga masa kadaluwarsa, yaitu :
1.
Distribution
Turn Over
Distribution Turn Over merupakan cara
menentukan umur simpan produk pangan berdasarkan informasi produk sejenis yang
terdapat di pasaran. Pendekatan ini dapat digunakan pada produk pangan yang
proses pengolahannya, komposisi bahan yang digunakan dan aspek lain sama dengan
produk sejenis di pasaran dan telah ditentukan umur simpannya.
2.
Distribution
Abuse Test
Distribution Abuse Test merupakan cara
penentuan umur simpan produk berdasarkan hasil analisis produk selama
penyimpanan dan distribusi di lapangan, atau mempercepat proses penurunan mutu
dengan penyimpanan pada kondisi ekstrim (Abuse
Test).
3.
ASS (Accelerated
Storage Studies) atau Accelerated
Shelf-Life Testing (ASLT)
Penentuan
umur simpan produk dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang
dapat mempercepat proses penurunan mutu (usable quality) produk pangan. Salah
satu keuntungan metode ASS yaitu waktu pengujian relatif singkat (3-4 bulan), namun ketepatan
dan akurasinya tinggi. Untuk produk pangan yang masih dalam tahap penelitian
dan pengembangan, analisis untuk menentukan umur simpan produk dilakukan
sebelum produk dipasarkan.
4.
ESS (Extended
Storage Studie)
Sering disebut
sebagai metode konvensional, merupakan penentuan tanggal kedaluwarsa dengan
cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil
dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kedaluwarsa. Metode
ini akurat dan tepat, namun pada awal penemuan dan penggunaan metode ini
dianggap memerlukan waktu yang panjang dan analisis parameter mutu yang
relative banyak serta mahal. Metode ESS sering digunakan untuk produk yang
mempunyai masa kedaluwarsa kurang dari 3 bulan. Metode konvensional biasanya
digunakan untuk mengukur umur simpan produk pangan yang telah siap edar atau
produk yang masih dalam tahap penelitian.
Sumber : http://pdf.kq5.org/PENENTUAN-UMUR-SIMPAN-PADA-PRODUK-PANGAN.html
Penulis :
Heny Herawati, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Bukit Tegalepek,
Kotak Pos 101 Ungaran 5050. Dalam Jurnal Litbang Pertanian 2008.
Referensi
Floros,
J.D. and V. Gnanasekharan. 1993. Shelf
Life Prediction of Packaged Foods: Chemical, Biological, Physical, and
Nutritional Aspects. G. Chlaralambous (Ed.). Elsevier Publ., London.
Hariyadi,
P. 2004b. Prinsip Penetapan dan
Pendayagunaan Masa Kedaluwarsa dan Upaya-Upaya Memperpanjang Masa Simpan.
Pelatihan Pendugaan Waktu Kedaluwarsa (Self
Life). Bogor, 1-2 Desember 2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor.
Institute of Food Science and
Technology. 1974. Shelf Life of Food Sci. 39: 861-865.